Jumat, 26 Desember 2008

membunuh

Membunuh menurut bahasa adalah menyakiti atau menghilangkan nyawa makhluk hidup dengan cara di sengaja. Sedangkan menurut istilah adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja.

Merampok

Merampok adalah mencuri barang orang lain (tanpa diketahui si pemilik barang tersebut) di rumah, kantor, gudang, atau tempat lainnya di mana si pemilik meletakkan barangnya.

Mencuri

Mencuri menurut pengertian umum adalah mengambil sesuatu yang bukan/tidak ada
haknya, atau mengambil/menguasai sesuatu secara bathil. Mencuri merupakan
tindakan tidak terpuji (tercela) baik secara norma hukum, sosial maupun agama.
Oleh karenanya, orang yang melakukan tindakan pencurian dapat dikenakan sanksi
hukum dan sosial sesuai bobot/kadar perbuatannya. Bahkan terkadang pelaku
pencurian dapat dikenakan sanksi di tempat saat tertangkap massa (masyarakat) ,
berupa tindakan fisik --pemukulan, dll-- yang sifatnya masif.

Tindakan seperti ini dikenal 'main hakim sendiri', yaitu sanksi hukum yang
tidak melalui proses hukum yang berlaku dan mensyaratkan pembuktian secara
hukum dengan alat bukti, adanya saksi, pengaduan/pelaporan dari korban serta
unsur penyidik, jaksa, dan hakim.

Dalam perjalanan waktu, kata mencuri mengalami pergeseran makna. Mencuri hanya
diperuntukan bagi tindakan pencurian sendal jepit, ayam, dll yang sifatnya
kecil-kecilan. Atau, paling besar hanya untuk kasus pencurian kayu hutan. Pun,
sudah tergantikan oleh istilah illegal loging. Hal yang sama terjadi pada
pencurian tambang yang lebih dikenal dengan illegal mining. Masih banyak lagi
istilah penghalusan dari kata mencuri. Misalnya, praktik pencurian keuangan
negara dengan modus me-mark up nilai proyek atau pengadaan barang & jasa
dikatakan sebagai tindakan korupsi.

Istilah korupsi dan pencurian secara esensi sama saja, yaitu mengambil hak yang
bukan hak-nya atau mengambil hak secara bathil. Walaupun istilah korupsi biasa
dikaitkan dengan 'penyalahgunaan jabatan & wewenang' (abuse of power) dalam
rangka memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kolega.

Qadzaf

Pengertian Qadzaf yakni menuduh wanita baik-baik berzina tanpa bisa memberikan bukti yang bisa diterima oleh syariat Islam.
Sanksi hukumnya adalah 80 kali cambukan. Hal ini berdasarkan firman Alah SWT : “ Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi, maka deralah 80 kali” (QS an Nur : 4-5).
[Qadzaf termasuk dalam Hudud.]
Pengertian Judi

Dalam Ensiklopedia Indonesia, Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan,
permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya.

Sedangkan Dra. Kartini Kartono[2] mengartikan judi adalah pertaruhan
dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang
dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan
dan kejadian-kejadian yang tidak / belum pasti hasilnya.

Dari pengertian diatas maka ada tiga unsur agar suatu perbuatan dapat
dinyatakan sebagai judi. Yaitu adanya unsur :

* Permainan / perlombaan. Perbuatan yang dilakukan biasanya
berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk
bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna
menghibur hati. Jadi bersifat rekreatif. Namun disini para pelaku tidak
harus terlibat dalam permainan. Karena boleh jadi mereka adalah penonton
atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau
perlombaan.

* Untung-untungan. Artinya untuk memenangkan permainan atau
perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif /
kebetulan atau untung-untungan. Atau faktor kemenangan yang diperoleh
dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa
atau terlatih.

* Ada taruhan. Dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan
yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang
ataupun harta benda lainnya. Bahkan kadang istripun bisa dijadikan
taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang
diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang
paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut
sebagai judi atau bukan.

Jenis-Jenis Perjudian

Pertama, perjudian di kasino yang terdiri dari Roulette, Blackjack, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine (Jackpot), Ji Si Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau
papan yang berputar (Paseran). Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-Kiu.

Kedua, perjudian di tempat keramaian yang terdiri dari lempar paser / bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran), lempar gelang, lempar uang (Coin), kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda, karapan sapi, pacu anjing, kailai, mayong/macak dan erek-erek.

Ketiga, perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan yang terdiri dari adu
ayam, adu sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu domba/kambing.

pengertian zina

Definisi zina(1) menurut Islam adalah hubungan seksual (atau yang menjurus ke arah itu) antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada ikatan pernikahan yang syah.

Hukuman bagi pezina menurut agama Islam ialah sebagai berikut :

1. Jika pelakunya muhshan (pernah berjima dengan nikah yang sah), mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan keumuman ayat 2 surat An-Nur, dan berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Atau cukup dirajam, tanpa didera, dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Al-Khtthab Radhiyallahu ‘anhu.

2. Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.

Dirajam yaitu dilempari batu sampai mati. Caranya : orangnya ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu sampai mati.

Berikut ini diantara dalil tentang hukum dera (cambuk) dan rajam. Allah SWT. Berfirman :

“Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” [An-Nur : 2].

definisi bughat

pengertian bughat
Apa pengertian Bughat itu?
Bughat atau bughoh adalah gerombolan (pemberontak) yang menentang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata, baik karena salah pengertian ataupun bukan.
Kata bughoh jama’ dari baaghin artinya seorang penantang kekuasaan negeri dengan kekerasan senjata.

Yang dikatakan kaum bughat, ialah orang-orang yang menolak (memberontak) kepada Imam (pemimpin pemerintahan Islam). Adapun yang dikatakan Imam ialah pemimpin rakyat Islam yang mengurusi soal-soal kenegaraan dan keagamaanya.

Adapun cara memberontak ialah dengan:
-Memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Imamnya.
-Atau menentang kepada keputusan Imam, atau menentang perintahnya dengan jalan kekerasan senjata.

-Orang-orang golongan manusia yang disebut bughat itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
-Mempunyai kekuatan bala tentara serta senjatanya untuk memberontak Imamnya.
-Mempunyai pimpinan yang ditaati oleh mereka.
-Mereka berbuat demikian, disebabkan karena timbulnya perbedaan pendapat dengan Imamnya mengenai politik pemerintahannya, sehingga mereka beranggapan bahwa memberontaknya itu menjadi keharusan baginya.

Adapun yang dikatakan Imamul Muslimin, ialah pemegang pemerintahan umum bagi kaum Muslimin, mengenai urusan agama dan urusan kenegaraannya dan dia diangkat berdasarkan bai’at (kesetiaan) dari masyarakatnya, entah langsung atau melalui wakil-wakilnya, yaitu: Para ulama, cendekiawan, dan para terkemuka yang disebut: Ahlul Hilli wal ‘aqdi. Pengangkatan Imam dianggap cukup dengan perantaraan mereka, karena mereka itu mudah untuk berkumpul dalam satu tempat, sehingga segala persoalan mudah diatasi/ diselesaikan.[2]

Kaum Bughat bisa ditumpas dengan jalan:
Mula-mula Imam mengutus utusannya untuk menghubungi mereka guna meminta alasan sebab-sebabnya mereka memberontak. Hal ini sebagaimana tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib ra dalam mengutus Ibnu Abbas untuk menghubungi golongan Nahrawan.

Kalau disebabkan karena Imamnya berbuat kedzaliman, hendaknya Imam itu meninggalkan/ merobah perbuatannya itu supaya menjadi baik.

Kalau Imam itu tidak merasakan bahwa dia itu tidak berbuat dhalim, hendaknya diadakan pertukaran fikiran antara Imam dengan pemimpin mereka (pemberontak).

Kalau mereka terus membandel, Imam berhak memberikan ultimatum kepada mereka, dengan akan diadakannya tindakan tegas, bila mereka tidak segera menyerahkan diri.

Kalau mereka terus membandel juga, Imam berhak untuk mengadakan tindakan dengan kekerasan senjata pula sebagai imbangan kepada perbuatan mereka.

Rabu, 22 Oktober 2008

definisi do'a

Definisi Do'a

Dalam Al-Quran banyak sekali kata-kata do'a dalam pengertian yang bebeda. Abû Al-Qasim Al-Naqsabandî dalam kitab syarah Al-Asmâ'u al-Husnâ menjelaskan beberapa pengertian dari kata doa.
Pertama, do'a dalam pengertian "Ibadah." Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 106.
Artinya: "Dan janganlah kamu beribadah, kepada selain Allah, yaitu kepada sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada engkau dan tidak pula mendatangkan madarat kepada engkau."
Maksud kata berdo'a di atas adalah ber-"ibadah" (menyembah). Yaitu jangan menyembah selain daripada Allah, yakni sesuatu yang tidak memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan madarat kepadamu.

Kedua, doa dalam pengertian "Istighatsah" (memohon bantuan dan pertolongan). Seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 23.
Artinya: "Dan berdo'alah kamu (mintalah bantuan) kepada orang-orang yang dapat membantumu."
Maksud kata ber-"doa" (wad'u) dalam ayat ini, adalah "Istighatsah" (meminta bantuan, atau pertolongan). Yaitu mintalah bantuan atau pertolongan dari orang-orang yang mungkin dapat membantu dan memberikan pertolongan kepada kamu.

Ketiga, Doa dalam pengertian "permintaan" atau "permohonan." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu'minûn ayat 60.
Artinya: "Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu."
Maksud kata "Doa" (ud'ûnî) dalam ayat ini adalah, "memohon" atau "meminta." Yaitu, mohonlah (mintalah) kepada Aku (Allah) nisscaya Aku (Allah) akan perkenankan permohonan (permintaan) kamu itu.

Keempat, Doa dalam pengertian "percakapan". Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 10.
Artinya: "Doa (percakapan) mereka di dalamnya (surga), adalah Subhânakallâhumma (Mahasuci Engkau wahai Tuhan)."

Kelima, Doa dalam pengertian "memanggil." Seperti firman Allah dalam Al-Quran yang
Artinya: "Pada hari, dimana la mendoa (memanggil) kamu."
Maksud kata "doa" (yad'û) dalam ayat ini adalah "memanggil." Yaitu, pada suatu hari, dimana la (Tuhan) menyeru (memanggil) kamu.

Keenam, Doa dalam pengertian "memuji." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Isrâ' ayat 110.
Artinya: "Katakanlah olehmu hai Muhammad: berdoalah (pujilah) akan Allah atau berdoalah (pujilah), akan Ar-Rahmân (Maha penyayang)."

Maksud kata "doa " (qulid'û) dalam ayat ini adalah "memuji". Yaitu, pujilah olehmu Muhammad akan Allah atau pujilah olehmu Muhammad akan Al-Rahmân.

Maka atas dasar uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa "doa" adalah ucapan permohonan dan pujian kepada Allah SWT. dengan cara-cara tertentu disertai kerendahan hati untuk mendapatkan kemaslahatan dan kebaikan yang ada disisi-Nya. Atau dengan istilah Al-Tîbî seperti dikutip Hasbi Al-Shidiq "do'a" adalah "Melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan kehajatan (kebutuhan) dan ketundukan kepada Allah Swt."

Rabu, 17 September 2008

Bab 1 : Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.
Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.
Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan sebagainya
2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-menuduh.
3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian, ragut dan lain-lain.
4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan diri.
5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan

Bab 2 : Bentuk Hukuman Yang Dikenakan Ke Atas Penjenayah

Mengikut peruntukan hukum syara` yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadith dan yang dikuatkuasakan dalam undang-undang jinayah syar`iyyah, penjenayah-penjenayah yang didakwa di bawah kes jinayah syar`iyyah apabila sabit kesalahannya di dalam mahkamah wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Hukuman-hukuman ini adalah tertakluk kepada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penjenayah-penjenayah tersebut.

1. Hukuman Hudud

Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadith. Hukuman hudud ini adalah hak Allah yang bukan sahaja tidak boleh ditukar ganti hukumannya atau diubahsuai atau dipinda malah tidak boleh dimaafkan oleh sesiapapun di dunia ini. Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Surah Al-Baqarah, 2:229).

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud ialah:

a) Berzina, iaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syara`.
b) Menuduh orang berzina (qazaf), iaitu membuat tuduhan zina ke atas orang yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya dan tuduhannya tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi.
c) Minum arak atau minuman yang memabukkan sama ada sedikit atau banyak, mabuk ataupun tidak.
d) Mencuri, iaitu memindahkan secara sembunyi harta alih dari jagaan atau milik tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari jagaan atau milik tuannya.
e) Murtad, iaitu orang yang keluar dari agama Islam, sama ada dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan i`tiqad kepercayaan.
f) Merompak (hirabah), iiatu keluar seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.
g) Penderhaka (bughat), iaitu segolongan umat Islam yang melawan atau menderhaka kepada pemerintah yang menjalankan syari`at Islam dan hukum-hukum Islam.

2. Hukuman Qisas

Hukuman qisas adalah sama seperti hukuman hudud juga, iaitu hukuman yang telah ditentukan oleh Allah di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadith. Hukuman qisas ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas.
Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah:

a) Membunuh orang lain dengan sengaja.
b) Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja.
c) Melukakan orang lain dengan sengaja. Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kamu menjalankan hukuman qisas (balasan yang seimbang) dalam perkara orang-orang yang mati dibunuh." (Surah Al-Baqarah, 2:178)

Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain atau melukakannya wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu juga mengikut jenis anggota yang dicederakan dan dilukakan tadi.

Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Dan Kami telah tetapkan atas mereka di dalam kitab Taurat itu, bahawasanya jiwa dibalas dengan jiwa, dan mata dibalas dengan mata, dan hidung dibalas dengan hidung, dan telinga dibalas dengan telinga, dan gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka juga hendaklah dibalas (seimbang). Tetapi sesiapa yang melepaskan hak membalasnya, maka menjadilah ia penebus dosa baginya. Dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Surah Al-Ma'idah: 45)

3. Hukuman Diyat

Hukuman diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjenayah kepada wali atau waris mangsanya sebagai gantirugi disebabkan jenayah yang dilakukan oleh penjenayah ke atas mangsanya. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang sehubungan dengan kesalahan qisas dan ia sebagai gantirugi di atas kesalahan-kesalahan yang melibatkan kecederaan anggota badan atau melukakannya.

Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman diyat ialah:

a) Pembunuhan yang serupa sengaja.
b) Pembunuhan yang tersalah (tidak sengaja).
c) Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau waris orang yang dibunuh. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Maka sesiapa (pembunuh) yang dapat sebahagian keampunan dari saudaranya (pihak yang terbunuh) maka hendaklah (orang yang mengampunkan itu) mengikut cara yang baik (dalam menuntut ganti nyawa), dan si pembunuh pula hendaklah menunaikan (bayaran ganti nyawa itu) dengan sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu serta satu rahmat kemudahan. Sesudah itu sesiapa yang melampaui batas (untuk membalas dendam pula) maka baginya azab siksa yang tidak terperi sakitnya." (Surah Al-Baqarah, 2:178)

4. Hukuman Ta`zir

Hukuman ta`zir ialah kesalahan-kesalahan yang hukumannya merupakan dera, iaitu penjenayah-penjenayah tidak dijatuhkan hukuman hudud atau qisas. Hukuman ta`zir adalah hukuman yang tidak ditentukan kadar atau bentuk hukuman itu di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadith.
Hukuman ta`zir adalah dera ke atas penjenayah-penjenayah yang telah sabit kesalahannya dalam mahkamah dan hukumannya tidak dikenakan hukuman hudud atau qisas kerana kesalahan yang dilakukan itu tidak termasuk di bawah kes yang membolehkannya dijatuhkan hukuman hudud atau qisas.
Jenis, kadar dan bentuk hukuman ta`zir itu adalah terserah kepada kearifan hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan ke atas penjenayah-penjenayah itu kerana hukuman ta`zir itu adalah bertujuan untuk menghalang penjenayah-penjenayah mengulangi kembali kejahatan yang mereka lakukan tadi dan bukan untuk menyiksa mereka.

Bab 3 : Tujuan Hukuman Hudud, Qisas, Diyat dan Ta'zir

Hukuman hudud, qisas, diyat dan ta`zir diperuntukkan dalam qanun jinayah syar`iyyah adalah bertujuan untuk menjaga prinsip perundangan Islam yang tertakluk di bawahnya lima perkara:

1. Menjaga agama, iaitu menjaga aqidah orang-orang Islam supaya tidak terpesong dari aqidah yang sebenar dan tidak menjadi murtad. Orang yang murtad akan disuruh bertaubat terlebih dahulu dan sekiranya dia enggan bertaubat maka hukuman bunuh akan dikenakan ke atas mereka. Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:
"Sesiapa yang menukar agamanya (murtad), maka bunuhlah dia." (Riwayat Bukhari)

2. Menjaga nyawa, iaitu menjaga jiwa seseorang dari dibunuh termasuklah menjaga anggota tubuh badan seseorang dari dicederakan atu dirosakkan. Sesiapa yang membunuh manusia atau mencederakan anggota tubuh badan mereka itu dengan sengaja wajib dijatuhkan hukuman qisas atau diyat sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Dan di dalam hukum qisas itu ada jaminan hidup bagi kamu, wahai orang-orang yang berakal fikiran supaya kamu bertaqwa." (Surah Al-Baqarah, 2:179)

3. Menjaga akal fikiran, iaitu memelihara akal fikiran manusia dari kerosakan disebabkan minum arak atau minuman-minuman yang memabukkan. Mereka yang meminum arak wajib dijatuhkan hukuman sebat tidak lebih dari lapan puluh kali sebat sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Saiyidina Ali di dalam sebuah hadith yang bermaksud:
"Rasulullah s.a.w. telah menyebat orang yang minum arak sebanyak empat puluh kali sebat, dan Saiyidina Abu Bakar telah menyebat empat puluh kali sebat juga, dan Saiyidina Umar menyebat sebanyak lapan puluh kali .

4. Menjaga keturunan, iaitu memelihara manusia dari melakukan perzinaan supaya nasab keturunan, perwalian dan pewarisan anak-anak yang lahir hasil dari persetubuhan haram itu tidak rosak. Orang yang melakukan perzinaan wajib dijatuhkan hukum sebat dan rejam sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. dalam hadithnya yang diriwayatkan daripada `Ubadah bin As-Somit r.a. yang bermaksud:
"Ambillah peraturan daripada aku, ambillah peraturan daripada aku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan untuk mereka. Perawan dengan jejaka yang berzina hukumannya disebat sebanyak seratus kali sebat, dan dibuang negeri selama setahun. Dan janda dengan janda yang berzina hukumannya disebat sebanyak seratus kali sebat dan direjam." (Riwayat Muslim dan Abu Daud)

5. Menjaga harta benda, iaitu memelihara harta benda manusia dari dicuri dan dirompak dengan menjatuhkan hukuman potong tangan ke atas pencuri, dan menjatuhkan hukuman mati atau potong tangan dan kaki kedua-duanya sekali atau dibuang negeri ke atas perompak. Hukuman ini tertakluk kepada cara rompakan itu dilakukan sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Dan orang lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri maka (hukumannya) potonglah tangan mereka sebagai satu balasan dengan sebab apa yang mereka telah usahakan, (juga sebagai) suatu hukuman pencegah dari Allah. Dan (ingatlah) Allah maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (Surah Al-Ma'idah: 38)

Firman Allah s.w.t. lagi yang bermaksud:
"Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya serta melakukan bencana kerosakan di muka bumi (melakukan keganasan merampas dan membunuh orang di jalan ) ialah dengan balasan bunuh (kalau mereka membunuh sahaja dengan tidak merampas), atau dipalang (kalau mereka membunuh dan merampas), atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berselang (kalau mereka merampas sahaja, atau dibuang negeri (kalau mereka hanya mengganggu ketenteraman awam). Hukuman yang demikian itu adalah suatu kehinaan di dunia bagi mereka, dan di akhirat kelak mereka beroleh azab siksa yang amat besar." (Surah Al-Ma'idah: 33)

Rabu, 20 Agustus 2008

Taubat Dan Pengertiannya
------

Pengertian taubat menurut syara ialah kembali kepada Allah dengan berpegang teguh kepada kewajipan yang diwajibkan kepada hambaNya. Meninggalkan laranganNya atau beralih dari setiap perbuatan yang dibenci kepada yang disenangi.

Orang yang bertaubat amat beruntung kerana kembali menjalankan perintah Allah dan menjauhkan larangannya. Inilah hakikat taubat sehingga Allah memberi kejayaan dan pahala kepada sesiapa yang mentaati hakikat ini. FirmanNya:

“Dan bertaubatlah kamu sekalian wahai kaum mukminin! Semoga kamu mendapat kemenangan”. (an-Nuur: 31)

Al-Quran menjelaskan bahawa Allah Maha Pengasih, Penyayang dan Maha Pengampun yang sentiasa mengampunkan segala dosa hambaNya yang mahu bertaubat. FirmanNya lagi:

“Katakanlah! Wahai hamba-hamba Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnyanya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”. (az-Zumar: 53-54)

Melalui Sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Pengampun, Allah menjanjikan rahmat dan pengampunan dari semua dosa kepada hambaNya yang bertaubat. Allah Subhanahu wa-Ta’ala pula bertanya mengapa kamu tidak mahu bertaubat sedangkan taubat adalah amalan yang mulia di sisiNya sebagaimana firmanNya:

“Maka mengapa mereka tidak mahu bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadaNya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Maidah, 74)

“Dan Tuhanmu Maha Pengampun lagi melimpah-limpah rahmatNya”. (Al-Kahfi, 58)

Oleh kerana Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, melimpah-limpah rahmatNya dan mencintai hambaNya yang bertaubat, maka adalah suatu kesilapan bagi seseorang yang melambat-lambatkan taubatnya sehingga menunggu pada sesuatu masa yang tertentu, seperti menunggu di hari tua, setelah menunaikan haji, setelah bersara, setelah berilmu, setelah berjaya meninggalkan maksiat, setelah berkeluarga atau sebagainya. Maka melengah-lengahkan taubat seperti ini adalah suatu kejahilan dan kesilapan yang nyata. Sebenarnya Allah menyeru agar hambaNya sentiasa bersegera meminta keampunan dan bertaubat kepadaNya sebagaimana firmanNya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (Ali-Imran, 133)

Allah Subhanu wa-Ta’ala tidak akan membiarkan para hambanya bergelumang dengan berbagai dosa, oleh kerana itu Allah sentiasa membuka luas pintu taubat dan keampunannya kepada mereka yang mahu bertaubat. Allah memberikan contoh bahawa Nabi Adam dan Hawa telah bertaubat dari kesalahannya dan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang menerima taubat mereka. Allah berfirman:

“Keduanya (Adam dan Hawa) berdoa, Ya Tuhan kami! Kami telah menganayai diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami, nescaya kami termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Baqarah, 23)

“Kemudian Adam Menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqarah, 37)

“Kemudian Tuhan memilihnya (Nabi Adam ‘alaihis salam), maka Dia menerima taubatnya dan memberi petunjuk”. (Taha: 122)

------
Jangan Menzalimi Diri Sendiri
------

Manusia sebagai hamba Allah terbahagi kepada dua bahagian, pertama: Orang yang bertaubat dari kesalahannya dan kedua: Orang yang menzalimi dirinya sendiri. Dianggap orang yang menzalimi dirinya sendiri ialah orang yang tidak mahu bertaubat. Orang yang tidak mahu bertaubat seolah-olah tidak mengenali Tuhannya, tidak mengetahui hak-haknya yang diberikan oleh Allah kepadanya dan tidak melihat aib dirinya dan perbuatannya.

Manusia perlu sedar bahawa Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa-sallam walaupun sebagai seorang Nabi dan Rasulullah namun baginda disetiap hari sentiasa bertaubat sebagaimana sabda baginda:

“Wahai sekalian manusia! Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, kerana demi Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepadaNya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari”.

Apabila bertaubat, bererti seseorang itu telah meninggalkan jalan orang yang sesat, terkutuk dan dimurkai Allah, kemudian kembali kepada Allah Subhanahu wa-Ta’ala dengan seluruh dimensi kesedaran di hatinya.

------
Cara-Cara Bertaubat
------

Antara cara-cara dan makna taubat menurut syara ialah:

Menyedari besarnya dosa yang dilakukan sehingga menyesalinya dan menggeruni balasannya yang akan tertimpa diakhirat kelak jika tidak bertaubat, sebagaimana sabda Rasullullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam:

“Menyesali (dosa) itu adalah taubat”. (H/R Ahmad dan Ibn Majah. Sahih al-Jam’i. 6802)

Berniat serta berusaha sedaya upaya menjauhi dan meninggalkan dosa yang telah dilakukan dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi.

Meninggalkan setiap apa yang dibenci dan diharamkan oleh Allah lahir dan batin, lantas beralih kepada yang dicintai dan diredhaiNya.

Bertaubat dengan taubat nasuha sebagaimana firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (At-Tahrim, 8)

Sememangnya sudah tercangkup dalam agama Islam pengertian taubat. Kerana taubat adalah hakikat Islam, iman dan ihsan yang meliputi semua tingkatan ibadah, amal dan tingkah laku seorang mukmin, dari awal hinggalah kepengakhir hidupnya. Oleh itu, setiap mukmin wajib menyedari dan mengetahui hakikat taubat dan menerapkan dalam ilmu dan kehidupannya. Orang yang suka bertaubat amat mulia di sisi Allah dan dicintaiNya. Allah Azza wa-Jalla bergembira dengan taubat seseorang mukmin sehinggalah ia menjadi kekasihNya. (Rujuk: Madarajus Salikin jld. 1 hlm. 187 Ibn Qayyim) Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang mahu bertaubat dan orang-orang yang mahu membersihkan dirinya sendiri”. (Al-Baqarah, 2: 222)

Orang yang leka atau tidak mahu bertaubat, kemudian menyerahkan nasibnya kepada qada dan qadar, maka ia adalah seorang yang amat jahil, telah meninggalkan perintah Allah, seorang yang sombong, tidak sedar diri, dan telah menzalimi darinya sendiri sebagaimana firman Allah Azza wa-Jalla:

“Dan barangsiapa yang tidak mahu bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (Al-Hujurat, 49:11)

Allah menyeru dan memerintahkan agar hambaNya yang berdosa sering bertaubat dengan taubat nasuha (taubat yang murni). Perlulah diketahui dan disedari bahawa Allah Yang Maha Pengasih dan Pengampun sentiasa menerima taubat seseorang walau bagaimanapun besarnya dosa yang telah dilakukan. Allah berfirman:

“Tidakkah mereka mengetahui, bahawasanya Allah menerima taubat hamba-hambanyaNya”. (At-Taubah, 9:104)

Bertaubat bukan sahaja merupakan perintah Allah, tetapi taubat adalah nikmat dan penghapus segala dosa sehingga tiada hadnya dosa yang diampunkan. Dosa di pagi hari terhapus lantaran taubat di waktu petang dan dosa di siang hari terhapus lantaran taubat di waktu malam. Bagitulah janji Allah di dalam firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.

“Dan Dialah yang menerima taubat dari hambaNya dan mengampunkan segala dosa dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (As-Syura, 43:25)

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubatlah kepadaNya (jika kamu mengerjakan yang demikian), nescaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa Hari Kiamat”. (Hud, 11:3)

“Dan hendaklah kamu meminta keampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya”. (Hud, 3)

Dari Abu Musa al-Asy’ari radiallahu ‘anhu beliau menceritakan: Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla membentangkan tanganNya di malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa di siang hari dan membentangkan tanganNya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berdosa di malam hari. Demikianlah seterusnya sehingga sampai matahari terbit dari barat (Kiamat)”. (H/R Muslim)

Demikianlah keutamaan taubat sehingga orang yang meninggalkan taubat dianggap membiarkan dirinya dalam dosa dan menzalimi dirinya sendiri. Predikat zalim hanya hilang apabila dihapuskan dengan bertaubat dan mengamalkan yang diperintah serta meninggalkan yang dilarang.

------
Syarat-Syarat Taubat
------

Mengikut Manhaj Salaf as-Soleh, antara syara-syarat taubat yang wajib dipenuhi agar taubat di terima oleh Allah Azza wa-Jalla ialah:

Berazam dan bertekad untuk meninggalkan (tidak akan mengulangi lagi) perbuatan dosa yang telah dilakukan.

Kesal (menyesali) dan berduka di dalam hati terhadap perbuatan dosa yang dibuat.

Bersegera meninggalkan dosa yang telah dilakukan semata-mata kerana Allah.

Jika dosa yang dilakukan berkaitan dengan orang lain, syaratnya ia wajib membebaskan dirinya dari hak yang bukan miliknya untuk dikembalikan kepada yang berhak atau minta dihalalkan, ini bererti jika berupa harta benda wajib dikembalikan. Jika berupa fitnah, ghibah (umpatan), penghinaan, cacian, kutukan, laknat dan kezaliman, maka wajib meminta maaf daripada orang tersebut terutama terhadap kezaliman yang dilakukan kepadanya.

------
Hukum Taubat
------

Sepakat para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah yang bermanhaj Salaf as-Soleh mengatakan bahawa: “Bertaubat dari segala dosa hukumnya wajib bagi setiap muslim lelaki dan perempuan, kerana manusia selain nabi dan rasul tidak sunyi dari dosa (tidak maksum)”.

Rasulullah bersabda:

“Setiap Bani Adam mereka itu bersalah dan sebaik-baik mereka yang melakukan kesalahan itu ialah mereka yang bertaubat”.

Hadis di atas menyatakan bahawa semulia-mulia manusia adalah yang bertaubat apabila menyedari dirinya telah melakukan dosa atau bersalah. Allah Azza wa-Jalla pula telah memerintahkan setiap mukmin agar mereka segera bertaubat, janganlah ditangguh-tangguh atau dilewat-lewatkan. Adapun antara dalil-dalil dari al-Quran tentang wajibnya segera bertaubat ialah:

“Bertaubatlah kamu sekalian wahai kaum mukminin kepada Allah semoga kamu mendapat keuntungan”. (An-Nur. 31)

Bertaubat adalah amalan para Nabi, para Rasul, para sahabat, tabi’in, tabi’ut at-tabiin (para salaf) dan orang-orang soleh. Perkara ini telah digambarkan di dalam ayat-ayat al-Quran:

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimah dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Baqarah, 2:37)

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka”. (At-Taubah, 9:117)

“(Iaitu) bahawasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-An’am, 6:54)

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang antara mereka (barulah) ia mengatakan: Sesungguhnya saya bertaubat sekarang. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran”. (An-Nisa, 4:17-18)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam telah berdoa dengan doa meminta pengampunan dan taubat sebagaimana yang berikut ini:

“Ya Tuhanku! Ampunkanlah diriku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima taubat dan Maha Pemberi rahmat”. (H/R Turmizi. Dan berkata Turmizi: Hadis hasan sahih)

------
Tanda-Tanda Diterimanya Taubat
------

Petanda seseorang itu bertaubat dan telah diterima taubatnya telah dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah. Antara tanda-tanda tersebut ialah:

Setelah bertaubat, seseorang hamba itu lebih baik dari sebelumnya.

Terus diselubungi rasa takwa dan takut terhadap dosanya dan tidak pernah merasa aman dari siksa Allah walau sekelip mata.

Terlepas dari cengkaman dosa yang dilakukan kerana penyesalan dan rasa takutkan dosa.

Lembut hatinya setelah bertaubat dengan kelembutan yang sempurna, sehingga tunduk kepada Allah walau dalam keadaan marah dan sentiasa dalam kekhusukan. (Lihat: Madarajus Salikin. Jld. 1)

Allah Azza wa-Jalla telah menggambarkan ciri-ciri atau keadaan orang yang telah bertaubat di dalam firmanNya, bahawa mereka sentiasa beramal soleh dengan cara mendirikan solat, mengeluarkan zakat, menyuruh berbuat baik dan melarang dari mengerjakan yang mungkar:

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat (mencari ilmu, berjihad, berpuasa), yang menyuruh berbuat makruf dan menegah berbuat mungkar dan memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin”. (At-Taubah, 9:112)

“Jika mereka bertaubat (mereka) mendirikan solat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-mara mu seagama”.

Allah Subhanahu wa-Ta’ala telah menggambarkan di dalam al-Quran tentang sikap mereka yang telah bertaubat dan ikhlas dalam taubatnya, bahawa mereka bertambah kuat iman dan amalnya, memperbaiki ibadahnya dengan cara banyak beramal soleh, belajar ilmu-ilmu agama, konsisten dan sentiasa beriltizam. Firman Allah:

“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal soleh, maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun”. (Maryam, 19:60)

“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) mereka kerana Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar”. (An-Nisa, 4:146)

------
Taubat Nasuha
------

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahawa bertaubat nasuha atau taubat yang murni adalah dituntut oleh syara berdasarkan firman Allah:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu sekalian dengan taubat nasuha (taubat yang murni)” (At-Tahrim, 8)

Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah telah menjelaskan cara-cara taubat nasuha:

Pertama: Meminta pengampunan (taubat) yang meliputi segala dosa-dosa maksiat tanpa ada kecualinya, sehingga tidak ada dosa yang tidak disertakan dalam taubatnya.

Kedua: Membulatkan tekad dan kejujuran hati dengan sepenuhnya supaya tidak menyiksa pada dirinya keragu-raguan, kekesalan atau menanti-nanti (masa bertaubat). Tetapi seorang hamba harus mengerahkan segala keinginan dan ketekadannya untuk segera bertaubat.

Ketiga: Memurnikan taubat dari berbagai noda dan penyakit yang mengganggu keikhlasan bertaubat.

Seterusnya memastikan agar taubat itu benar-benar dari rasa takut, kesedaran dan gentar terhadap siksa Allah, mengharapkan apa yang ada di sisiNya dan khawatir terhadap ancamanNya.. Jauhilah diri dari cara taubatnya orang-orang yang hanya ingin mempertahankan maruah dan kehormatannya, kedudukannya, jawatannya, kepemimpinannya untuk memelihara kekuasan dan harta bendanya, atau demi mendapatkan pujian orang banyak, takut pada penghinaan manusia agar orang-orang yang bodoh tidak memperbodohkan dan menghinanya, atau sekadar memenuhi sifat rakusnya terhadap dunia, atau kerana muflis yang tidak berdaya lagi, atau taubatnya lantaran penyakit yang tersembunyi yang telah merosakkan kebenaran dan ketulusan taubatnya kepada Allah Azza wa-Jalla. (Lihat Madarijus Salikin Jld.1 Hlm. 178)
Ketiga-tiga perkara di atas yang dijelaskan oleh Ibn Qayyim sewajarnya difahami dan dipenuhi apabila bertaubat, kerana dengannyalah taubat nasuha seseorang itu akan diterima oleh Allah Azza wa-Jalla.
http://aria21.multiply.com/journal/item/145

Senin, 11 Agustus 2008

ilmu muktasab

Oleh Ustadz. Mohamad Joban, M.A (Imam Masjid Al-Nour of Olympia, Washington).

Session Kuliah Subuh di Masjid KJRI Houston pada tanggal 31 Juli 2005.



Mencari Kebahagiaan Hati



Setiap orang yang hidup di dunia ini pasti mencari kebahagiaan. misalnya kalau kita tanya seorang pegawai atau pengusaha atau pedagang, kenapa kamu tiap hari bekerja keras? Jawabannya pasti untuk mencari kebahagiaan, baik bagi dirinya atau keluarganya. Karena dengan bekerja nantinya mampu untuk mendapatkan keperluan dan kebutuhan yang didambakan.



Definisi Bahagia



Namun kalau kita tanya masing-masing individu tentang makna atau definisi bahagia, pasti jawabannya berbeda-beda. bagi pedagang tentunya bahagia adalah apabila dagangannya laris. Bagi petinju tentunya bahagia apabila dia menjadi juara tinju. Bagi scientist tentunya bahagia adalah apabila hasil risetnya yang berbulan-bulan itu berhasil, dst.



Menurut Ibnu Khaldun, bahagia adalah apabila semua "gharizah" atau insticts mendapatkan kepuasan. Jadi misalnya perut akan bahagia apabila gharizahnya terpenuhi, yaitu makan dan minum. Mata akan bahagia apabila gharizahnya terpenuhi, yaitu memandang pemandangan yang indah, dst.



Kemudian kata Ibnu Khaldun, tingkatan bahagia pun berbeda menurut objectnya. Misalnya gharizah perut adalah makan, namun kebahagiaannya berbeda antara makan nasi dengan garam saja misalnya, dengan makan nasi dicampur lauk pauk, lalu ditambah dengan buah-buahan dan minuman. Demikian juga halnya dengan gharizah mata, telinga dan anggota badan yang lain.



Kebahagiaan Hati



Kebahagiaan hati tentunya berbeda dengan kebahagiaan perut, mata dan anggota badan lainnya. karena watak hati berbeda dengan watak atau natural anggota badan yang lainnya. Sebab hati itu mempunyai dua dimensi: dimensi "badani" dan dimensi "rohani". Mana dimensi yang lebih menguasai hati itu, maka kebahagiaannyapun terbatas pada dimensi tsb.

Apabila dimensi rohani yang lebih dominan, maka hati akan merasa bahagia misalnya dengan mendapatkan banyak ilmu, atau dekat dengan orang yang dicintai, dan puncak kebahagiaannya apabila ia mengenal Yang Maha Pencipta dan merasa dekat dengannya.



Ilmu Ilhami



Sarana pertama untuk kebahagiaan hati adalah ilmu atau ma'rifah. Ilmu atau ma'rifah ada dua macam:

1. Ilmu Ilhami
2. Ilmu Muktasab.

1. Ilmu Ilhami adalah ilmu yang didapat tanpa adanya usaha untuk mencarinya. Yaitu ilmu yang datang dari Allah SWT langsung melalui ilham. Inilah pada umumnya ilmu yang diberikan oleh Allah SWT kepada para Malaikat dan para Nabi (AS). Juga kadang-kadang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang soleh. Disebut pula dengan Ilmu Laduni.



2. Ilmu Muktasab, yaitu ilmu dari hasil usaha, belajar, riset, dsb. Untuk mencapai ilmu ini memerlukan indra dan peralatan, seperti mata, telinga, otak, waktu, dsb.



Oleh karena itu tingkat kebahagiaan hati melebihi kebahagiaan gharizah yang lain. Seorang ilmuwan yang menemukan suatu penemuan setelah riset bertahun-tahun misalnya, tidak dapat dibandingkan dengan gharizah kebahagiaan perut meskipun dihidangkan berbagai macam makanan yang lezat-lezat.



Tingkatan Kebahagiaan Hati



Namun dalam waktu yang sama, tingkat kebahagiaan hatipun berbeda antara seseorang dengan yang lainnya. Ada yang merasa bahagia sekali dengan berhasil menggambar suatu gambar yang indah, atau ketemu dengan seseorang yang dicintai yang sudah lama berpisah. Namum ada orang yang merasa bahagia apabila dia bisa memahami suatu ayat atau hadith, atau hafal Al Qur'an. namun kebahagiaan tertinggi bagi setiap mu'min tentunya mengenal Yang Mempunyai sumber ilmu dan jatuh cinta pada-Nya. Itulah puncak dari segala kebahagiaan, mengenal Allah Rabbul Alamin, baik di dunia ataupun di akhirat nanti.



Keadaan Hati



Apakah kita sebagai muslim menyadari tentang kebahagiaan hati ini? Dengan kata lain bagaimana untuk mengetahui hati kita ini bahagia atau tidak?



Untuk memudahkan menjawab pertanyaan diatas, kita harus bisa menjawab pertanyaan berikut ini: bagaimana kita bisa mengetahui bahwa perut kita, atau mata kita, atau telinga kita sakit? jawabannya tentunya apabila anggota badan tidak mampu melakukan fungsinya sesuai dengan tujuan diciptakannya. Maka untuk mengetahui hati kita sakit atau tidak, maka kita harus tahu apa fungsi hati? jawabannya adalah fungsi hati adalah untuk mencari ilmu, dan mencari jalan yang bisa mendekatkannya dengan pemberi ilmu, yaitu Allah SWT. Lalu dengan usaha pencaharian itu akan menimbulkan rasa mahabah atau cinta kepada-Nya.



Oleh karena itu orang yang malas mencari ilmu, atau tidak mempunyai semangat untuk mencari ilmu yang bisa mendekatkan hatinya kepada Yang Maha Pencipta, dia tidak akan merasa kebahagiaan hati yang hakiki. Kemudian hati itu akan sakit, dan kalau hati sakit maka ia akan jauh dari mendapatkan rahmat dari Allah SWT.



Jadi mengenal keadaan hati kita itu sangat penting sekali. Dan kita harus sadar bahwa tujuan shaitan yang utama adalah bagaimana bisa menguasai kita.



Tantangan Hati



Mengapa sulit untuk mendapatkan kebahagiaan hati yang hakiki? Jawabannya adalah karena adanya 4 macam nafsu pada diri kita, yaitu:



1. Nafsul Bahimiyah

2. nafsus Sabaiyah

3. Nafsus Syaitaniyah

4. Nafsul Malaikiyah



Nafsul Bahimiyah

Ialah nafsu binatang ternak seperti kerbau, kambing, ayam, dsb. Gharizah kebahagiaan binatang semacam ini adalah makan dan minum dan berkembang biak.



Nafsus Sabaiyah

Ialah nafsu binatang buas, seperti serigala, harimau, buaya, dsb. Gharizah kebahagiaan binatang semacam ini adalah apabila bisa menerkam mangsa yang dikejarnya, menakut-nakuti, memperluas daerah kekuasaan, membunuh, dsb.



Nafsus Syaitaniyah

Gharizah kebahagiaan syaitan adalah apabila dia berhasil menyesatkan, menipu, melampiaskan nafsu birahi, mengadu domba, membuat rencana jahat, dsb.



Nafsul Malaikiyah

Malaikat adalah makhluk rohani, makanya gharizah kebahagiaannya pun bersifat rohani. Malaikat merasa bahagia apabila mendapatkan ilmu dari Allah SWT, atau mentaati dan patuh pada perintah-Nya, serta terus bertasbih pada-Nya.



Apa nafsu yang mendominasi hati Kita?

Jawabannya adalah sebagai berikut:

* Kalau perhatian kita, pikiran kita terfokus terus kepada makanan dan minuman, berarti kita adalah manusia ternak.
* Kalau kita senang menyerang orang lain, menerkam harta orang, menguasai tanah milik orang lain, menindas orang lain, dsb, berarti kita adalah manusia binatang buas.
* Kalau kita senang menyesatkan, menipu, bersekongkol untuk kejahatan, iri kepada orang lain, berarti kita adalah manusia syaitan.

Biasanya seseorang marah kalau disebut manusia kerbau atau srigala atau syaitan, padahal tingkah lakunya membenarkan tuduhan itu.



Tanda-Tanda Orang Yang Didominasi oleh Nafsul Malaikiyah



1. Berakhlaq Mahmudah

Orang yang bisa menundukkan ketiga nafsu yang pertama kemudian didominasi oleh nafsul Malaikiyah, pasti akan mempunyai akhlak yang Mahmudah atau akhlak yang terpuji. Dan akhlak itu akan merupakan pembawaan yang keluar dari lubuk hatinya yang salim (bersih). Orang itu akan kelihatan penyantun, sabar, pemaaf, tawadu, senang membantu orang lain, selalu tampak senyum, dst.



2. Senang Mencari Ilmu

Tanda yang kedua adalah orang itu akan senang mencari ilmu agama atau ilmu yang mendekatkannya kepada Allah. Dia akan nampak rajin sekali membaca Al Qur'an dan bertadabbur akan isinya. Dia senang hadir di majlis-majlis ilmu, dan merasa bahagia apabila dengan dengan para ulama dan orang-orang yang soleh.

Dan mencari ilmu itu hukumnya wajib, bukan sunnah, terutama ilmu yang bersifat fardu ain, seperti mengetahui rukun dan syarat-syarat shalat. mengetahui rukum Iman dan islam, dsb. Adapun fardu kifayah kalau sebagian orang tahu, maka yang lain tidak wajib mencarinya, seperti ilmu hukum warisan, ilmu tentang nikah dan cerai, ilmu menjahit, ilmu matematika, ilmu kedokteran, dsb.



3. Mimpi yang bagus-bagus

Kita bisa tahu juga apakah hati kita didominasi oleh nafsul Malaikiyah atau tidak, atau apakah hati kita 'marid' (sakit) atau 'salim' (sehat) adalah dari mimpi-mimpi yang sering kita alami. Kalau mimpi kita umumnya bagus, indah, misalnya mimpi shalat di Masjid Haram, mimpi masuk syurga, mimpi berkumpul dengan orang yang shaleh, mimpi ketemu Nabi Muhammad SAW, atau nabi-nabi yang lain, maka berarti hati kita salim dan didominasi oleh Malaikiyah.



Bagaimana Cara untuk Menundukkan Nafsu?



Didalam agama Islam keempat nafsu itu diperlukan untuk kepentingan hidup. Oleh karena itu maka Islam tidak menyuruh untuk mematikannya, tapi dengan ditundukkan atau dikendalikan sesuai dengan kebutuhan kita. Misalnya nafsu bahimiyah, kita harus sadar bahwa makan itu adalah untuk hidup saja, bukan hidup untuk makan. Sehingga ketika kita makan, kita akan hati-hati tentang makanannya, apakah halal atau haram. Kadar makanan yang kita makan, jangan sampai israf atau berlebihan.



Adapun Cara untuk Menundukkannya adalah:



1. Dengan Mujahadah

Seperti kalau kita ingin mempunyai badan yang kekar dan otot yang kuat, maka kita harus exercise atau senam, demikian juga kalau kita ingin menundukkan nafsu-nafsu tersebut juga kita perlu exercise yang disebut dengan “'Mujahadah”. Artinya berjuang terus menerus untuk melawan gharizah hawa nafsu.



- Ketika kita mau marah misalnya, kita kekang marah itu sampai padam

- Ketika mau bicara kita tahan

- Ketika merasa berat bangun subuh, kita paksakan bangun, dst.



Maka setiap kita tundukkan nafsu-nafsu tersebut, maka “nafsul Malaikiyah” atau rohani kita akan bertambah naik dan kuat. Dan kita akan merasakan mudah dan bahagia dalam melaksanakan ketaatan-ketaatan. Sama seperti orang yang senam dan berolahraga tadi, badannya akan jadi segar, dan otot-ototnya akan jadi kuat, dan semua exercise jadi mudah.



Oleh karena itu orang yang tidak bermujahadah melawan hawa nafsu, berat sekali baginya untuk mengerjakan amal-amal yang soleh, untuk bangun subuh dan untuk taat kepada perintah-perintah Allah. Akan sulit baginya untuk sabar, untuk memaafkan, untuk “khusu” dalam shalat, dsb. Sebaliknya, dia akan mudah sekali melanggar perintah-perintah-Nya dan mejalankan larangan-Nya.



Allah SWT berfirman: "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (92:10).



2. Dengan Istiqamah

Adapun seorang datang kepada Nabi SAW dan meminta agar diberi suatu nasihat yang belum pernah diberikan kepada orang lain, maka Nabi SAW berkata kepada orang itu: "Hendaklah kamu beriman kepada Allah kemudian berlaku istiqomah."

Pada umumnya setiap muslim mengaku dan menyatakan bahwa mereka beriman kepada Allah dan hal itu adalah mudah, tapi yang sulit adalah beristiqamah atau berkomitmen dengan apa yang kita katakan itu.



Seperti tadi orang yang ingin mempunyai badan yang cantik, menarik dan kuat, dia harus exercise dan diet serta makan vitamin, maka diet dan vitamin untuk memperindah dan memperkuat rohani adalah dengan terus melakukan kewajiban-kewajiban terutama shalat, dan berusaha menjauhkan segala sesuatu yang diharamkan. Seperti dalam diet dan makan vitamin, pada umumnya kan tidak cukup sekali saja, maka juga sama halnya untuk memperkuat rohani kita tidak bisa kalau hanya menjadi Muslim Part time, kita harus menjadi Muslim Full time. Jadi kalau kadang shalat kadang tidak, kadang jujur kadang jadi penipu, tidak mungkin akan berhasil untuk memperkuat rohani dan mempunyai 'qalbu salim'.



3. Dengan Do'a

Cara yang ketiga untuk supaya menguasai ketiga nafsu diatas dan mendapatkan 'qalbun salim' adalah dengan memperbanyak do'a kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi (SAW) menyuruh kita untuk membaca do'a berikut sehabis shalat:



"Allahuma aini ala zikrika wa-syukrika wa husni ibadatika"

"O Allah please help me to be able to remember You, grateful to You, and warship You in the best way"



Wallahu a'lam

Prev: Hati dan Pintu-pintu Iblis
Next: Haji dan Rahasia-rahasianya, Keutamaan dan Adab-adabnya

ilmu muktasab

Ilmu Ilhami



Sarana pertama untuk kebahagiaan hati adalah ilmu atau ma'rifah. Ilmu atau ma'rifah ada dua macam:

1. Ilmu Ilhami
2. Ilmu Muktasab.

1. Ilmu Ilhami adalah ilmu yang didapat tanpa adanya usaha untuk mencarinya. Yaitu ilmu yang datang dari Allah SWT langsung melalui ilham. Inilah pada umumnya ilmu yang diberikan oleh Allah SWT kepada para Malaikat dan para Nabi (AS). Juga kadang-kadang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang soleh. Disebut pula dengan Ilmu Laduni.



2. Ilmu Muktasab, yaitu ilmu dari hasil usaha, belajar, riset, dsb. Untuk mencapai ilmu ini memerlukan indra dan peralatan, seperti mata, telinga, otak, waktu, dsb.



Oleh karena itu tingkat kebahagiaan hati melebihi kebahagiaan gharizah yang lain. Seorang ilmuwan yang menemukan suatu penemuan setelah riset bertahun-tahun misalnya, tidak dapat dibandingkan dengan gharizah kebahagiaan perut meskipun dihidangkan berbagai macam makanan yang lezat-lezat.



Tingkatan Kebahagiaan Hati



Namun dalam waktu yang sama, tingkat kebahagiaan hatipun berbeda antara seseorang dengan yang lainnya. Ada yang merasa bahagia sekali dengan berhasil menggambar suatu gambar yang indah, atau ketemu dengan seseorang yang dicintai yang sudah lama berpisah. Namum ada orang yang merasa bahagia apabila dia bisa memahami suatu ayat atau hadith, atau hafal Al Qur'an. namun kebahagiaan tertinggi bagi setiap mu'min tentunya mengenal Yang Mempunyai sumber ilmu dan jatuh cinta pada-Nya. Itulah puncak dari segala kebahagiaan, mengenal Allah Rabbul Alamin, baik di dunia ataupun di akhirat nanti.



Keadaan Hati



Apakah kita sebagai muslim menyadari tentang kebahagiaan hati ini? Dengan kata lain bagaimana untuk mengetahui hati kita ini bahagia atau tidak?



Untuk memudahkan menjawab pertanyaan diatas, kita harus bisa menjawab pertanyaan berikut ini: bagaimana kita bisa mengetahui bahwa perut kita, atau mata kita, atau telinga kita sakit? jawabannya tentunya apabila anggota badan tidak mampu melakukan fungsinya sesuai dengan tujuan diciptakannya. Maka untuk mengetahui hati kita sakit atau tidak, maka kita harus tahu apa fungsi hati? jawabannya adalah fungsi hati adalah untuk mencari ilmu, dan mencari jalan yang bisa mendekatkannya dengan pemberi ilmu, yaitu Allah SWT. Lalu dengan usaha pencaharian itu akan menimbulkan rasa mahabah atau cinta kepada-Nya.



Oleh karena itu orang yang malas mencari ilmu, atau tidak mempunyai semangat untuk mencari ilmu yang bisa mendekatkan hatinya kepada Yang Maha Pencipta, dia tidak akan merasa kebahagiaan hati yang hakiki. Kemudian hati itu akan sakit, dan kalau hati sakit maka ia akan jauh dari mendapatkan rahmat dari Allah SWT.



Jadi mengenal keadaan hati kita itu sangat penting sekali. Dan kita harus sadar bahwa tujuan shaitan yang utama adalah bagaimana bisa menguasai kita.



Tantangan Hati



Mengapa sulit untuk mendapatkan kebahagiaan hati yang hakiki? Jawabannya adalah karena adanya 4 macam nafsu pada diri kita, yaitu:



1. Nafsul Bahimiyah

2. nafsus Sabaiyah

3. Nafsus Syaitaniyah

4. Nafsul Malaikiyah



Nafsul Bahimiyah

Ialah nafsu binatang ternak seperti kerbau, kambing, ayam, dsb. Gharizah kebahagiaan binatang semacam ini adalah makan dan minum dan berkembang biak.



Nafsus Sabaiyah

Ialah nafsu binatang buas, seperti serigala, harimau, buaya, dsb. Gharizah kebahagiaan binatang semacam ini adalah apabila bisa menerkam mangsa yang dikejarnya, menakut-nakuti, memperluas daerah kekuasaan, membunuh, dsb.



Nafsus Syaitaniyah

Gharizah kebahagiaan syaitan adalah apabila dia berhasil menyesatkan, menipu, melampiaskan nafsu birahi, mengadu domba, membuat rencana jahat, dsb.



Nafsul Malaikiyah

Malaikat adalah makhluk rohani, makanya gharizah kebahagiaannya pun bersifat rohani. Malaikat merasa bahagia apabila mendapatkan ilmu dari Allah SWT, atau mentaati dan patuh pada perintah-Nya, serta terus bertasbih pada-Nya.



Apa nafsu yang mendominasi hati Kita?

Jawabannya adalah sebagai berikut:

* Kalau perhatian kita, pikiran kita terfokus terus kepada makanan dan minuman, berarti kita adalah manusia ternak.
* Kalau kita senang menyerang orang lain, menerkam harta orang, menguasai tanah milik orang lain, menindas orang lain, dsb, berarti kita adalah manusia binatang buas.
* Kalau kita senang menyesatkan, menipu, bersekongkol untuk kejahatan, iri kepada orang lain, berarti kita adalah manusia syaitan.

Biasanya seseorang marah kalau disebut manusia kerbau atau srigala atau syaitan, padahal tingkah lakunya membenarkan tuduhan itu.



Tanda-Tanda Orang Yang Didominasi oleh Nafsul Malaikiyah



1. Berakhlaq Mahmudah

Orang yang bisa menundukkan ketiga nafsu yang pertama kemudian didominasi oleh nafsul Malaikiyah, pasti akan mempunyai akhlak yang Mahmudah atau akhlak yang terpuji. Dan akhlak itu akan merupakan pembawaan yang keluar dari lubuk hatinya yang salim (bersih). Orang itu akan kelihatan penyantun, sabar, pemaaf, tawadu, senang membantu orang lain, selalu tampak senyum, dst.



2. Senang Mencari Ilmu

Tanda yang kedua adalah orang itu akan senang mencari ilmu agama atau ilmu yang mendekatkannya kepada Allah. Dia akan nampak rajin sekali membaca Al Qur'an dan bertadabbur akan isinya. Dia senang hadir di majlis-majlis ilmu, dan merasa bahagia apabila dengan dengan para ulama dan orang-orang yang soleh.

Dan mencari ilmu itu hukumnya wajib, bukan sunnah, terutama ilmu yang bersifat fardu ain, seperti mengetahui rukun dan syarat-syarat shalat. mengetahui rukum Iman dan islam, dsb. Adapun fardu kifayah kalau sebagian orang tahu, maka yang lain tidak wajib mencarinya, seperti ilmu hukum warisan, ilmu tentang nikah dan cerai, ilmu menjahit, ilmu matematika, ilmu kedokteran, dsb.



3. Mimpi yang bagus-bagus

Kita bisa tahu juga apakah hati kita didominasi oleh nafsul Malaikiyah atau tidak, atau apakah hati kita 'marid' (sakit) atau 'salim' (sehat) adalah dari mimpi-mimpi yang sering kita alami. Kalau mimpi kita umumnya bagus, indah, misalnya mimpi shalat di Masjid Haram, mimpi masuk syurga, mimpi berkumpul dengan orang yang shaleh, mimpi ketemu Nabi Muhammad SAW, atau nabi-nabi yang lain, maka berarti hati kita salim dan didominasi oleh Malaikiyah.



Bagaimana Cara untuk Menundukkan Nafsu?



Didalam agama Islam keempat nafsu itu diperlukan untuk kepentingan hidup. Oleh karena itu maka Islam tidak menyuruh untuk mematikannya, tapi dengan ditundukkan atau dikendalikan sesuai dengan kebutuhan kita. Misalnya nafsu bahimiyah, kita harus sadar bahwa makan itu adalah untuk hidup saja, bukan hidup untuk makan. Sehingga ketika kita makan, kita akan hati-hati tentang makanannya, apakah halal atau haram. Kadar makanan yang kita makan, jangan sampai israf atau berlebihan.



Adapun Cara untuk Menundukkannya adalah:



1. Dengan Mujahadah

Seperti kalau kita ingin mempunyai badan yang kekar dan otot yang kuat, maka kita harus exercise atau senam, demikian juga kalau kita ingin menundukkan nafsu-nafsu tersebut juga kita perlu exercise yang disebut dengan “'Mujahadah”. Artinya berjuang terus menerus untuk melawan gharizah hawa nafsu.



- Ketika kita mau marah misalnya, kita kekang marah itu sampai padam

- Ketika mau bicara kita tahan

- Ketika merasa berat bangun subuh, kita paksakan bangun, dst.



Maka setiap kita tundukkan nafsu-nafsu tersebut, maka “nafsul Malaikiyah” atau rohani kita akan bertambah naik dan kuat. Dan kita akan merasakan mudah dan bahagia dalam melaksanakan ketaatan-ketaatan. Sama seperti orang yang senam dan berolahraga tadi, badannya akan jadi segar, dan otot-ototnya akan jadi kuat, dan semua exercise jadi mudah.



Oleh karena itu orang yang tidak bermujahadah melawan hawa nafsu, berat sekali baginya untuk mengerjakan amal-amal yang soleh, untuk bangun subuh dan untuk taat kepada perintah-perintah Allah. Akan sulit baginya untuk sabar, untuk memaafkan, untuk “khusu” dalam shalat, dsb. Sebaliknya, dia akan mudah sekali melanggar perintah-perintah-Nya dan mejalankan larangan-Nya.



Allah SWT berfirman: "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (92:10).



2. Dengan Istiqamah

Adapun seorang datang kepada Nabi SAW dan meminta agar diberi suatu nasihat yang belum pernah diberikan kepada orang lain, maka Nabi SAW berkata kepada orang itu: "Hendaklah kamu beriman kepada Allah kemudian berlaku istiqomah."

Pada umumnya setiap muslim mengaku dan menyatakan bahwa mereka beriman kepada Allah dan hal itu adalah mudah, tapi yang sulit adalah beristiqamah atau berkomitmen dengan apa yang kita katakan itu.



Seperti tadi orang yang ingin mempunyai badan yang cantik, menarik dan kuat, dia harus exercise dan diet serta makan vitamin, maka diet dan vitamin untuk memperindah dan memperkuat rohani adalah dengan terus melakukan kewajiban-kewajiban terutama shalat, dan berusaha menjauhkan segala sesuatu yang diharamkan. Seperti dalam diet dan makan vitamin, pada umumnya kan tidak cukup sekali saja, maka juga sama halnya untuk memperkuat rohani kita tidak bisa kalau hanya menjadi Muslim Part time, kita harus menjadi Muslim Full time. Jadi kalau kadang shalat kadang tidak, kadang jujur kadang jadi penipu, tidak mungkin akan berhasil untuk memperkuat rohani dan mempunyai 'qalbu salim'.



3. Dengan Do'a

Cara yang ketiga untuk supaya menguasai ketiga nafsu diatas dan mendapatkan 'qalbun salim' adalah dengan memperbanyak do'a kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Nabi (SAW) menyuruh kita untuk membaca do'a berikut sehabis shalat:



"Allahuma aini ala zikrika wa-syukrika wa husni ibadatika"

"O Allah please help me to be able to remember You, grateful to You, and warship You in the best way"



Wallahu a'lam

Prev: Hati dan Pintu-pintu Iblis
Next: Haji dan Rahasia-rahasianya, Keutamaan dan Adab-adabnya

ilmu dharuri

MENGIMUI ISLAM (2)
Posted by: admin, in Bulletin Jumat

Mengilmui Islam:
Ilmu Syar’i (Bagian 2)

Secara bahasa al-‘ilmu (lawan dari al-jahl atau kebodohan) yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti. Adapun ilmu syar’i, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya saw. berupa keterangan dan petunjuk. Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya. Sesungguhnya aku hanyalah yang membagikan dan Allah-lah yang memberi. Ummat ini akan senantiasa tegak di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya keputusan Allah (hari Kiamat)” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71, 3116, 7312), dan Muslim (no. 1037)].
Tingkatan Ilmu pada Seseorang
Ilmu pada seseoarang ada enam tingkatan. Pertama: al-‘Ilmu yakni mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang pasti dan yang sebenarnya dengan pengetahuan. Kedua: al-Jahlul basith yakni tidak mengetahui sesuatu sama sekali. Ketiga: al-Jahlul murakkab yakni mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada dua kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya ia tidak tahu. Keempat: al-Wahm yakni mengetahui sesuatu dengan kemungkinan salah lebih besar daripada benarnya. Kelima: asy-Syakk yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benar atau salahnya sama. Keenam: azh-Zhann yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benarnya lebih besar daripada salahnya.
Pebagian Ilmu
Pertama ilmu dharuri yaitu pengetahuan yang dapat diperoleh secara langsung tanpa memerlukan penelitian dan dalil, seperti pengetahuan bahwa api itu panas. Kedua, ilmu nazhari yaitu pengetahuan yang hanya bisa diperoleh dengan cara melakukan penelitian dan dengan dalil, misalnya pengetahuan tentang wajibnya niat dalam berwudhu’.”
Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya) kepada seorang muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua. Pertama: ‘ilmu ‘aini, yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap muslim dan muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat, haji ke Baitullah, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari berbagai perintah dan larangan.
Kedua: ‘ilmu kifa-i, yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun, apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka semuanya. Contohnya adalah ilmu qira’at, ilmu waris, ilmu hadits, dan yang sejenisnya. Jenis ilmu ini tidak wajib dipelajari oleh setiap individu muslim dan muslimah, tetapi cukup dilakukan sebagian mereka.
Adapun ilmu-ilmu yang bukan syar’i terbagi pada: ilmu yang terpuji, ilm yang tercela dan ilmu yang dibolehkan. Yang termasuk ilmu terpuji misalnya ilmu kedokteran, ekonomi, politik, matematika dan semacamnya. Hukum mempelajarinya fardhu kifayah. Ilmu yang tercela misalnya ilmu sihir, tenung, ramal. Ilmu yang diperbolehkan misalnya pantun, syair dan sebangsanya.
Wallohu a’lam.

Sumber:
http://www.almanhaj.or.id/content/2308/slash/0
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 1428H/2007. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga; Panduan Menuntut Ilmu. Bogor: Pustaka At-Taqwa.

Comments No Comments »

Minggu, 10 Agustus 2008

ilmu dharuri pnya nuffiq

MENGIMUI ISLAM (2)
Posted by: admin, in Bulletin Jumat

Mengilmui Islam:
Ilmu Syar’i (Bagian 2)

Secara bahasa al-‘ilmu (lawan dari al-jahl atau kebodohan) yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti. Adapun ilmu syar’i, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya saw. berupa keterangan dan petunjuk. Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya. Sesungguhnya aku hanyalah yang membagikan dan Allah-lah yang memberi. Ummat ini akan senantiasa tegak di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya keputusan Allah (hari Kiamat)” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71, 3116, 7312), dan Muslim (no. 1037)].
Tingkatan Ilmu pada Seseorang
Ilmu pada seseoarang ada enam tingkatan. Pertama: al-‘Ilmu yakni mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang pasti dan yang sebenarnya dengan pengetahuan. Kedua: al-Jahlul basith yakni tidak mengetahui sesuatu sama sekali. Ketiga: al-Jahlul murakkab yakni mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada dua kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya ia tidak tahu. Keempat: al-Wahm yakni mengetahui sesuatu dengan kemungkinan salah lebih besar daripada benarnya. Kelima: asy-Syakk yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benar atau salahnya sama. Keenam: azh-Zhann yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benarnya lebih besar daripada salahnya.
Pebagian Ilmu
Pertama ilmu dharuri yaitu pengetahuan yang dapat diperoleh secara langsung tanpa memerlukan penelitian dan dalil, seperti pengetahuan bahwa api itu panas. Kedua, ilmu nazhari yaitu pengetahuan yang hanya bisa diperoleh dengan cara melakukan penelitian dan dengan dalil, misalnya pengetahuan tentang wajibnya niat dalam berwudhu’.”
Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya) kepada seorang muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua. Pertama: ‘ilmu ‘aini, yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap muslim dan muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat, haji ke Baitullah, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari berbagai perintah dan larangan.
Kedua: ‘ilmu kifa-i, yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun, apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka semuanya. Contohnya adalah ilmu qira’at, ilmu waris, ilmu hadits, dan yang sejenisnya. Jenis ilmu ini tidak wajib dipelajari oleh setiap individu muslim dan muslimah, tetapi cukup dilakukan sebagian mereka.
Adapun ilmu-ilmu yang bukan syar’i terbagi pada: ilmu yang terpuji, ilm yang tercela dan ilmu yang dibolehkan. Yang termasuk ilmu terpuji misalnya ilmu kedokteran, ekonomi, politik, matematika dan semacamnya. Hukum mempelajarinya fardhu kifayah. Ilmu yang tercela misalnya ilmu sihir, tenung, ramal. Ilmu yang diperbolehkan misalnya pantun, syair dan sebangsanya.
Wallohu a’lam.

Sumber:
http://www.almanhaj.or.id/content/2308/slash/0
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 1428H/2007. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga; Panduan Menuntut Ilmu. Bogor: Pustaka At-Taqwa.

Comments No Comments »

Senin, 04 Agustus 2008

Perbedaan Definisi antara Fiqh dan Ushul-Fiqh



Written by Abu Tajuddin
Tuesday, 24 May 2005
Assalamu 'alaykum,AlhamduliLLAHi wash-Shalatu was-Salamu 'ala rasuliLLAHi wa 'ala 'alihi..Amma Ba'd,Ikhwan wa akhawat fiLLAH, pada kali ini ana menyampaikan bagian dari kitab yang berharga yang ditulis oleh fadhilatu syaikh Prof. DR. Abdul Wahhab Khallaf yang berjudul "Ilmul-Ushulul-Fiqh", dalam salah satu babnya yang ana nukilkan & ana berikan penjelasan (syarh) seperlunya disini, dimana beliau menjelaskan perbedaan antara ilmu FIQH & ilmu USHULUL-FIQH secara rinci, selamat menyimak, nafa'ani waiyyakum..WalhamduliLLAHi wash-Shalatu was-Salamu 'ala rasuliHI wa 'ala 'alihi..Akhukum fiLLAH,Nabiel Almusawa--------------------
PERBEDAAN DEFINISI ANTARA FIQH DAN USHUL-FIQHDasar Ahkam Syar'iyyah Islam : Al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas.FIQH :1. Ilmu tentang ahkam syar’iyyah Islam mengenai perbuatan manusia yg diambil dari dalil2 secara tafshili (detail).2. Kodifikasi ahkam syar’iyyah Islam tentang perbuatan manusia yg diambil berdasarkan dalil2 secara detail.
USHUL FIQH :
Ilmu tentang kaidah & pembahasan yang dijadikan acuan dalam penetapan ahkam syar’iyyah mengenai perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.
Kumpulan kaidah2 & pembahasan2 yang dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan ahkam syar’iyyah tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil2 yang terinci.
Dari kedua definisi di atas nampak perbedaan obyek kajian antara kedua ilmu tsb ;
Fiqh membicarakan perbuatan manusia dari dalil2 yang detil (terperinci) artinya langsung pada perbuatannya & langsung dalil2nya untuk setiap perbuatan tsb, sementara ushul-fiqh membicarakan tentang kaidah2 acuan untuk perbuatan manusia tsb, artinya pedoman2 yang akan dijadikan acuan untuk penetapan dalil tsb.
Fiqh merupakan kumpulan ilmu & hukum2 tentang setiap perbuatan manusia yang langsung berkaitan dengan aspek2 khusus, sementara ushul fiqh membicarakan ilmu & hukum2 tentang acuan untuk pengambilan (istinbath) hukum2 fiqh secara umum. Jadi jika di dalam fiqh dibicarakan bagaimana hukum hudud (pidana islam), ijarah (sewa-menyewa), wakaf , dsb ; maka dalam ushul-fiqh dijelaskan tentang bagaimana hukum tsb bisa termasuk amar (perintah), nahyu (larangan), 'aam (umum), muthlaq (menyeluruh), dsb.
FIQH : Obyek Fiqh adalah perbuatan mukallaf (muslim/ah yg sudah baligh) dilihat dr sisi ketetapan ahkam-syar’iyyahnya, spt : bagaimana hukum2 untuk seorang muslim/ah melakukan Ijarah, wakalah, hudud, wakaf, dsb.
USHUL FIQH : Obyek Ushul-Fiqh adalah dalil2 syar’i scr umum dilihat dr sisi ketetapan hukumnya scr umum, spt : qiyas & apa argumentasinya, mana dalil2 yg bersifat/menunjukkan hukum2 ‘aam (umum) & mana yg khash (khusus), mana dalil2 yg bersifat muthlaq (menyeluruh) & mana yg muqayyad (terbatas), mana dalil2 yg menunjukkan shighat-amr (perintah) & shighat2 yg menunjukkan nahyu (larangan), dst.Sehinggga tersusunlah kaidah2-ushuliyyah (kaidah2 dlm ilmu suhul fiqh) spt :
- AL-AMR LIL IJAB : Bahwa perintah itu menunjukkan wajib, spt contoh kasus fiqhnya pada QS 5/1 (memenuhi janji adalah wajib).
- AN-NAHYU LIT TAHRIM : Bahwa larangan itu menunjukkan haram, seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 49/11 (tentang mengolok2 suatu kaum adalah haram).
- AL-AM YANTAZHIMU JAMI’A AFRADIHI QATH’AN (Bentuk umum mengumpulkan seluruh dalilnya menjadi umum secara qath’i), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 4/23 (haramnya menikahi semua ibu secara umum).
- AL-MUTHLAQU YADULLU ‘ALAL FARDISY SYA’I BIGHAIRI QAYYID (Bentuk muthlaq menunjukkan pengertian umum yang tak terbatas), seperti contoh kasus fiqhnya pada QS 58/3 (kafarat zhihar adalah dengan memerdekakan budak secara muthlaq, baik budak tsb muslim atau kafir).
DALIL KULLI & JUZ’I SERTA HUKUM KULLI & JUZ’I :
DALIL KULLI & JUZ’I : Dalil kulli adalah bentuk 'aam dari beberapa dalil yang tercakup di dalamnya, yaitu bermacam2 dalil juz’i seperti al-amr, an-nahyu, al-aam, al-muthlaq, ijma sharih, ijma sukuti & qiyas yang terdapat nash dalam illat-nya lalu diambil istinbath hukum. Seperti contohnya shighat amr adalah dalil kulli, karena didalamnya terdapat semua bentuk amr yang bersifat juz’i (seperti nash dalam bentuk amr), shighat nahyi adalah dalil kulli karena didalamnya terdapat semua bentuk nahyi yang bersifat juz’i (seperti nash dalam bentuk nahyi).
HUKUM KULLI & JUZ’I : Hukum kulli adalah bentuk aam dari semua hukum yang darinya melahirkan bermacam2 hukum juz’i seperti ijab, tahrim, shihhah dan buthlan. Seperti contohnya wajib adalah hukum kulli, karena didalamnya tercakup hukum2 juz'i seperti wajib memenuhi janji, melaksanakan shalat, menghadiri undangan, dsb. Demikian pula tahrim (haram) juga hukum kulli karena didalamnya tercakup hukum2 juz'i seperti haram berzina, mencuri, mengkhianati amanah, dsb.
Ulama2 ahli ushul tidak membicarakan dalil2 & hukum2 juz’iyyah, maka mereka menyusun kaidah2 yang bersifat kulliyyah sebagai dalil2 yang memandu ulama2 fiqh supaya mengeluarkan dalil2 juz’inya & agar menghasilkan hukum2 fiqh juz'inya.ألغاية المقصودة بهماTUJUAN MEMPELAJARI FIQH & USHUL FIQH :
FIQH : Menerapkan hukum syariat Islam atas semua tindakan & ucapan manusia, sehingga ia merupakan rujukan seorang qadhi untuk menghukum & mufti untuk berfatwa & mukallaf untuk melaksanakan hukum syariat.
USHUL FIQH : Menerapkan kaidah2 untuk menghasilkan hukum syariat yang diambil dari dalil2 tsb, sehingga bisa diistinbathkan qiyas, istihsan atau istishhab untuk hal yang tidak ada nash-nya, atau mengkomparasikan antara berbagai madzhab tentang suatu masalah.
نشأة كل منها وتطوره
SEJARAH USHUL FIQH :- Mulai abad 2-H oleh Abu Yusuf dari mazhab Hanafi (Ibnu Nadim dalam Fahrasat), tapi tidak sampai pada kita.
- Syafi’i dengan ar-Risalah (Risalah Ushuliyyah), yang dilanjutkan pengikutnya ar-Rabi’ al-Muradi.
- Al-Mustashfa oleh Ghazali, al-Ahkam oleh al-Amidi, al-Minjah oleh al-Baidhawy. (Syafi’iyyah).
- Ushul Fiqh oleh ad-Dabbusy, Fakhrul Islam oleh al-Bazdawy, al-Manar oleh an-Nasafy. (Hanafiyyah).
- Badi’un Nizham (Fakhrul Islam + al-Ahkam), at-Tahrir oleh Ibnu Hammam, Jami’ul Jawami’ oleh as-Subky. (metode gabungan).
- Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syaukani, Tashi’il wushul ila ‘ilmuil ushul oleh al-Mahlawy.Bogor, Jum’at, 20 Mei 2005____________________________________
Sekilas tentang penyaji
Nabiel Fuad Almusawa, Ir. M.Si, adalah:- Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor.- Dosen Fakultas Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta.- Sejak 1995 Da’i Resmi The World Assembly of Moslem Youth (WAMY) Jakarta.- Sejak th 1999 menjabat Anggota MUI Kabupaten Cianjur.- Sejak th 2000 menjabat pengurus Ikatan Sosiologi Indonesia cabang Bogor.
Last Updated ( Tuesday, 30 January 2007 )


Next >
[ Back ]
© 2008 Indonesian Muslim Society in America - Sisters (IMSA Sisters)
Joomla! is Free Software released under the GNU/GPL License