Minggu, 10 Agustus 2008

ilmu dharuri pnya nuffiq

MENGIMUI ISLAM (2)
Posted by: admin, in Bulletin Jumat

Mengilmui Islam:
Ilmu Syar’i (Bagian 2)

Secara bahasa al-‘ilmu (lawan dari al-jahl atau kebodohan) yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti. Adapun ilmu syar’i, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Rasul-Nya saw. berupa keterangan dan petunjuk. Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya. Sesungguhnya aku hanyalah yang membagikan dan Allah-lah yang memberi. Ummat ini akan senantiasa tegak di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya keputusan Allah (hari Kiamat)” [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71, 3116, 7312), dan Muslim (no. 1037)].
Tingkatan Ilmu pada Seseorang
Ilmu pada seseoarang ada enam tingkatan. Pertama: al-‘Ilmu yakni mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang pasti dan yang sebenarnya dengan pengetahuan. Kedua: al-Jahlul basith yakni tidak mengetahui sesuatu sama sekali. Ketiga: al-Jahlul murakkab yakni mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada dua kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya ia tidak tahu. Keempat: al-Wahm yakni mengetahui sesuatu dengan kemungkinan salah lebih besar daripada benarnya. Kelima: asy-Syakk yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benar atau salahnya sama. Keenam: azh-Zhann yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benarnya lebih besar daripada salahnya.
Pebagian Ilmu
Pertama ilmu dharuri yaitu pengetahuan yang dapat diperoleh secara langsung tanpa memerlukan penelitian dan dalil, seperti pengetahuan bahwa api itu panas. Kedua, ilmu nazhari yaitu pengetahuan yang hanya bisa diperoleh dengan cara melakukan penelitian dan dengan dalil, misalnya pengetahuan tentang wajibnya niat dalam berwudhu’.”
Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya) kepada seorang muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua. Pertama: ‘ilmu ‘aini, yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap muslim dan muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat, haji ke Baitullah, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari berbagai perintah dan larangan.
Kedua: ‘ilmu kifa-i, yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun, apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka semuanya. Contohnya adalah ilmu qira’at, ilmu waris, ilmu hadits, dan yang sejenisnya. Jenis ilmu ini tidak wajib dipelajari oleh setiap individu muslim dan muslimah, tetapi cukup dilakukan sebagian mereka.
Adapun ilmu-ilmu yang bukan syar’i terbagi pada: ilmu yang terpuji, ilm yang tercela dan ilmu yang dibolehkan. Yang termasuk ilmu terpuji misalnya ilmu kedokteran, ekonomi, politik, matematika dan semacamnya. Hukum mempelajarinya fardhu kifayah. Ilmu yang tercela misalnya ilmu sihir, tenung, ramal. Ilmu yang diperbolehkan misalnya pantun, syair dan sebangsanya.
Wallohu a’lam.

Sumber:
http://www.almanhaj.or.id/content/2308/slash/0
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 1428H/2007. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga; Panduan Menuntut Ilmu. Bogor: Pustaka At-Taqwa.

Comments No Comments »

Tidak ada komentar: